Menanamkan karakter dan budaya disiplin merupakan usaha yang tidak ringan dan perlu waktu yang panjang. Perlu ada pemaksaan di awal dan penghukuman saat jiwa masih kepleset melaksanakan ketidakdisiplinan. Sejarah mencatat bagaimana para pendahulu kita berusaha mendidik jiwa disiplin terhadap aturan dan komitmen-komitmen. Mereka berjuang dengan sepenuh hati. Saat kepeleset segera bersimpuh di depan Allah, mencela diri dan menghukum diri.
Tercatat dalam sebuah kitab berjudul Anisul Mu’minin karya Shafuk Sa’dullah Al Mukhtar bahwa suatu hari Sahabat Umar bin Khattab RA pergi ke kebun kurma. Setelah merasa cukup mengurusi kebunnya, Umar pulang ke rumahnya. Saat dalam perjalanan pulang, Umar melihat sejumlah orang telah selesai Sholat Jamaah Ashar. Seketika itu Umar berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, aku ketinggalan sholat jamaah.” Umar melanjutkan ucapannya di depan orang-orang. Dia pun menyatakan menyedekahkan kebunnya. “Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin,” kata Umar.
Umar meniatkan sedekah itu sebagai bentuk pembayaran kaffarah atau semacam denda karena tertinggal sholat jemaah.
Dalam islam dikenal istilah kaffarah. Kaffarah secara bahasa berarti menutupi. Kaffarah adalah melaksanakan amal soleh sebagai penghapus kesalahan telah melanggar aturan Allah atau komitmen pribadi. Biasanya amal soleh untuk kaffarah lebih berat dari amal soleh yang dia tinggalkan.
Kaffarah dimaksudkan sebagai bentuk pendidikan disiplin atas aturan yang ada. Sehingga kedepannya seorang muslim lebih komitmen lagi terhadap amal soleh yang sudah ditentukan. Selain kaffarah dikenal juga istilah ta’zir, had dan iqob. Yang kesemuanya dimaksudkan agar seorang muslim bisa disiplin terhadap peraturan yang sudah dibuat atau disepakati.
Pesantren PQBS yang memiliki Motto Khuluqi (berkarakter) berharap bisa menanamkan karakter kedisiplinan kepada seluruh santrinya, baik disiplin dengan peraturan syariat maupun peraturan pesantren. Maka, sebagai bentuk penanaman kedisiplinan, pesantren menerapkan kaffarah bagi santri yang melanggar aturan dan jadwal yang sudah ditentukan.
Amal soleh yang perlu ditekankan dan masih sangat berat dilaksanakan adalah amal soleh bersih-bersih. Maka, sangat bisa dipertimbangkan untuk menjadikan agenda bersih-bersih sebagai bentuk kaffarah atas ketidakdisiplinan yang telah dilakukan. Semoga dengan bersih-bersih lahir (lingkungan) memberikan efek pada kebersihan jiwa, sehingga jiwanya dimudahkan untuk melaksanakan amal-amal sholeh.
Ada inspirasi dari Surat Al-Baqoroh ayat 222
فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“…Apabila mereka setelah mandi wajib (bersih-bersih), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri (bersih-bersih).”
Di ayat tersebut memberikan inspirasi akan pentingnya disiplin untuk tidak mencampuri istri sebelum bersuci. Kemudian menyandingkan antara hamba yang bertobat dan yang bersih-bersih. Seolah memberikan pesan bahwa bentuk kembali merapat kepada Allah (taubat) adalah dengan membersihkan diri baik dari lahir maupun batin.
Contoh Aplikatif
- Guru atau pengurus jika tidak disiplin dengan waktu kedatangan dan waktu mengajar, bisa menghukum dirinya dengan melaksanakan bersih-bersih.
- Santri yang tidak disiplin salat jamaah, masuk kelas dan halaqoh diminta gurunya untuk melaksanakan bersih-bersih.
- Bentuk bersih-bersih yang bisa dilaksanakan misal memungut sampah plastik, menyapu lantai, menyapu halaman, mencabut rumput, membersihkan kaca, membersihkan dinding, membersihkan WC, mencuci peralatan makan, mencuci tong sampah, membersihkan plafon dan lain sebagainya.