Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.
Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.Pesantren Pondok Quran Boarding School (PQBS) adalah pesantren setingkat SMP dengan akreditasi B dan MA dengan akreditas A yang mengunggulkan pembelajaran Al-Quran.
25Apr2024

Menjaga Fitrah Anak dari Perilaku ‘Flexing’

Di era yang semakin masifnya informasi yang terbuka dan teknologi internet berkembang, dunia maya menjadi trend khususnya media sosial. Tidak asing lagi, orang-orang baru menjadi terkenal, mendadak kaya atau bahkan berpura-pura kaya. Influencer, youtuber, tiktoker, vlogger, selebgram dan masih banyak lagi istilah yang berseliweran di dunia maya.

Fenomena tersebut tidak bisa kita pungkiri, karena menjadi hukum alam di saat terjadi perkembangan teknologi yang baru. Maka munculnya perangkat-perangkat yang canggih berikut pelaku di dalamnya.

Salah satu dampak berkembangnya teknologi dengan adanya istilah-istilah Bahasa milenial dalam perilaku seseorang dalam keseharian. Berikut beberapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat yang berdampak dengan internet :

  1. Body shaming , hinaan fisik.
  2. Bipolar, gangguan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati secara dratis.
  3. Circle, pertemanan.
  4. Deep talk, percakapan dua orang atau lebih membahas sesuatu sampai yang sensitif secara mendalam.
  5. Detox sosmed, lagi malas dengan media sosial.
  6. Flexing, suka pamer.
  7. Healing , jalan-jalan.
  8. Me time , menghabiskan waktu dengan sendiri.

Salah satu istilah diatas yang berkembang saat ini adalah flexing. Yaitu suatu perilaku seseorang yang suka memamerkan sesuatu pada dirinya  secara berlebihan. Seperti :  suka memamerkan mobil dan rumahmewah ; memamerkan barang-barang branded seperti: sepatu, tas, jam tangan, perhiasan; memamerkan liburannya seperti: berlibur ke luar negeri; menginap di hotel mewah, makan di restoran super mahal, naik jet pribadi, yang intinya suka memamerkan apapun yang melekat pada dirinya agar orang lain mengetahuinya atau untuk konten sebagai popularitas.  Flexing dilakukan melalui unggahan foto atau video di  akun media sosial.

Bagaimana dengan kita sebagai peran dalam Pendidikan dan pengasuhan anak  dengan menghadapi perilakuflexing yang menjadi gaya hidup yang dianggap wajar ?

Menjadi teladan dan bijak dalam bermedia sosial

Perlu kita sadari bahwa tidak semua content yang ada di media sosial bisa menjadi rujukan dalam pola dan gaya hidup. Dan harus memiliki sikap kritis dalam menyikapi informasi tersebut. Pastikan bahwa informasi tersebut berasal dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai bagian dari sikap bijak orangtua saat bermedia sosial.

Menanamkan gaya hidup yang dicontohkan oleh Rasulullah

Hidup sederhana yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ , keluarga dan para sahabatnya  menjadi tren pada masanya. Sederhana bukanlah menghilangkan sifat kerdermawanan.

“Pakailah pakaian yang berwarna putih, karena ia lebih suci dan lebih bagus, dan jadikan ia kain kafan bagi orang yang meninggal di antara kalian.” (HR at-Tirmidzi).

 Dan berikut contoh kedermawanan Beliau,

Anas bin Malik bertutur: “Suatu hari aku berjalan bersama Rasulullah SAW. Saat itu beliau memakai selimut dari daerah Najran yang ujungnya sangat kasar. Tiba-tiba ia ditemui seorang Arab dusun. Tanpa basa basi, laki-laki dusun itu langsung menarik selimut kasar Rasulullah itu keras-keras sehingga aku melihat bekas merah di pundak Rasulullah.”

Laki-laki dusun tersebut berkata, “Suruh orang-orangmu untuk memberikan harta Allah kepadaku yang kau miliki sekarang.” Rasulullah SAW lalu berpaling kepada laki-laki tadi. Sambil tersenyum, beliau bersabda, “Berilah laki-laki ini makanan apa saja.” (HR Bukhari).

Dengan peran beliau ﷺ sebagai uswatun hasanah atau suri tauladan terbaik, Rasulullah ﷺ telah mengajarkan sejak lebih dari seribu empat ratus tahun yang lalu mengenai hidup sederhana namun berdampak positif luar biasa terhadap lingkungan sekitar.

Menanamkan sifat empati

Rasa empati bukanlah   sifat yang bisa anak dapatkan sejak lahir. Sifat ini akan terlihat jika orangtua membantu menanamkan sifat ini pada anak sedini mungkin. Tentu saja, ini juga tidak lepas dari peran lingkungan sekitar.

Sebagai contoh bagaimana menanamkan rasa empati pada anak , dengan melibatkan dan mengajaknya untuk lebih terlibat dalam berbagai aktivitas sosial. Misalnya, membuat program  masuk 1 keluar 1. Setiap membeli barang yang sudah dimiliki, maka disedekahkan satu barang . membeli pakaian, maka sdekahkan satu pakaian. Membeli sepatu, maka sedekahkan satu sepatu yang sudah dimilikinya. Dan langsung anak yang memberikan kepada teman, saudara atau siapapun yang membutuhkan.

Atau memberikan hadiah  terbaik kepada teman, saudara dan lainnya dengan  memberikan pemahaman bahwa apa yang kita berikan kepada oranglain akan berdampak positif bagi kita sendiri dan oranglain.

Menjadi orang tua harus memiliki persamaan prinsip pengasuhan, menyepakati pola pengasuhan dan menjalankan roadmap secara bersama-sama. Meskipun tugas tersebut tidaklah mudah, karena anak adalah amanah dari Allah SWT sebagai salah satu ujian yang akan dipertanggungjawabkan.

Semoga kita menjadi orang tua yang terus berproses menjadi lebih baik, dengan menjadikan diri shalih bersama keluarga, dan menjadi asset akhirat kelak.

Aamiin

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”( QS. At Taghabun : 14)

Dibaca 189x
Lainnya

Artikel Asatidz

Membersihkan Najis Mutawassitah
Oleh : Dede Rifki Arifandi, S.Pd
Merefleksikan “Bencana Alam” dalam Perspektif Daqāiq al-Akhbār
Oleh : Hari Fauji, M.Ag
Selaksa Ibrah dari Tanah Syuhada
Oleh : Rumaisha FS